Catatan Perjalanan :
Keliling
Setengah Amerika
39.
Impian Yang Hilang Di Kota Minyak Tulsa
Sudah
lewat jam 7:30 sore, Jumat, 14 Juli 2000, ketika saya
keluar dari kawasan padang prairie dan melanjutkan perjalanan ke
arah barat di Hwy 160. Beberapa menit kemudian saya melewati kota
kecil Mindenmines yang saya perkirakan hanya berpopulasi ratusan
saja, sebelum kemudian saya meninggalkan wilayah Missouri dan
masuk ke wilayah negara bagian Kansas yang beribukota di Topeka.
Kota Kansas City yang terletak di perbatasan antara Kansas dan
Missouri, sebagian besar wilayahnya justru tidak berada di negara
bagian Kansas melainkan masuk ke wilayah Missouri. Negara bagian
Kansas ini mempunyai nama julukan sebagai Sunflower
State.
Saya
lalu membelok ke selatan di Hwy 69 setelah berjalan sekitar 10 km
masuk ke wilayah Kansas. Sekitar 5 km kemudian saya tiba di kota
kecil Pittsburg dan di kota ini saya berhenti untuk mengisi BBM.
Nama kota ini memang mengadopsi dari nama yang sama dengan kota
metropolitan di negara bagian Pennsylvania.
Kota
Pittsburg di Kansas ini berpopulasi sekitar 17.800 jiwa dan
terletak pada elevasi 280 m di atas permukaan laut. Kota yang
berdiri tahun 1876 ini dikenal sebagai kota tambang dengan hasil
utamanya batubara, selain itu wilayah di sekitarnya juga
menghasilkan seng, lempung, batukapur, gas dan minyak. Di kota
ini juga berdiri perguruan tinggi Pittsburg State University.
Melaju
terus ke selatan mengikuti jalan Hwy 69, sekitar setengah jam
kemudian saya meninggalkan wilayah Kansas dan masuk ke wilayah
negara bagian Oklahoma yang beribukota di Oklahoma City. Negara
bagian Oklahoma yang mempunyai nama julukan sebagai Sooner
State adalah negara bagian ke-31 yang kami kunjungi hingga
hari keempatbelas perjalanan kami. Hari sudah mulai malam ketika
saya melewati kota kecil Miami sebelum akhirnya masuk ke jalan
bebas hambatan I-44 yang akan menuju ke kota Tulsa, sekitar 121
km lagi.
Selepas
dari kota Miami saya agak lengah terhadap rambu petunjuk arah.
Suasana luar kota kecil Miami yang gelap membuat saya tidak jeli
memperhatikan tanda petunjuk arah, sehingga rute yang seharusnya
belok ke kiri membuat saya berjalan lurus saja yang akhirnya
masuk ke areal perladangan. Setelah beberapa kilometer kebablasan
saya baru sadar bahwa kondisi jalannya semakin menyempit, tanah
berlubang-lubang dan berbatu-batu, dan sama sekali tidak saya
temui kendaraan lain. Barulah kemudian saya berbalik arah untuk
kembali ke rute yang semestinya.
Menjelang
jam 10:00 malam saya sudah memasuki kota Tulsa. Sambil agak
mengurangi kecepatan saya mencari-cari kira-kira akan menginap di
mana, dengan harapan tidak mengalami kesulitan memperoleh hotel
di saat akhir pekan. Saya lalu mengambil exit yang menuju
ke jalan Memorial Drive dan tepat di pojok jalan Skelly Drive
yang sejajar I-44 ada dua hotel.
Hotel
pertama ternyata sudah penuh, lalu buru-buru menuju ke hotel
kedua di sebelahnya. Saya perlu buru-buru karena pada saat yang
sama ada beberapa kendaraan datang yang juga sedang mencari
hotel. Agaknya juga sedang kemalaman dalam perjalanan wisata
dengan keluarganya. Beruntunglah akhirnya kami dapat menginap di
hotel Travelodge. Setidak-tidaknya saya tidak perlu
kembali ke jalan Interstate mencari hotel lain yang belum tentu
akan langsung mendapatkannya saat larut malam di akhir pekan.
***
Kota
Tulsa yang berpopulasi sekitar 367.000 jiwa dan terletak pada
elevasi 210 m di atas permukaan laut adalah kota terbesar kedua
di Oklahoma setelah ibukota Oklahoma City. Kota yang resminya
terbentuk pada tanggal 18 Januari 1898 ini pada saat berdirinya
hanya dihuni oleh sekitar 1.100 orang. Kota ini mempunyai sejarah
yang panjang dan menarik, baik karena kesuksesannya menjadi cikal
bakal industri minyak di Amerika maupun pada periode yang sama
mencatat sejarah kelabu pernah terjadinya kerusuhan rasial
terburuk di Amerika.
Penduduk
asli Amerika yang pertama kali masuk Tulsa pada tahun 1836
melalui rute jalan yang terkenal dengan sebutan Trail of
Tears adalah sekelompok suku Indian yang disebut dengan The
Five Civilized Tribes yang terdiri dari suku Indian Cherokees,
Choctaws, Chickasaws, Creeks dan Seminoles. Mereka lalu membuka
kawasan di sisi timur sungai Arkansas dan membangun kehidupan di
sana.
Mereka
menyebut tempat itu dengan nama Tallahassee yang nantinya akan
berubah menjadi Tulsa. Sekarang tempat itu kira-kira berada di
sisi selatan downtown Tulsa antara jalan 18st Street
dengan Cheyenne Avenue. Nama Tallahasse juga teradopsi menjadi
nama ibukota negara bagian Florida di ujung tenggara daratan
Amerika. Nama Tulsa sendiri pertama kali digunakan pada tahun
1879 menandai dibukanya Kantor Pos di wilayah itu seiring dengan
berkembangnya Tulsa sebagai kota dagang.
Kota
Tulsa mulai berkembang pesat saat anjungan sumur minyak yang
disebut Sue Bland No.1 mulai mengalirkan emas hitam. Cadangan
minyak dan gas alam raksasa yang berada di daerah Red Fork yang
berlokasi di seberang barat sungai Arkansas ini kemudian dikenal
dengan sebutan Glenn Pool Strike.
Sumber
minyak yang kedua diketemukan tahun 1905 di ladang Ida Glenn.
Sejak itu laju kehidupan pembangunan kota Tulsa seperti susah
dikendalikan. Pembangunan hotel, gedung perkantoran, jalan
beraspal, jembatan dan jalan kereta api seperti tak hentinya
menandai semakin berkembangnya kota Tulsa. Hingga akhirnya kota
Tulsa terkenal dengan sebutannya sebagai the Oil Capital of
the World.
Oleh
karena itu wajar kalau sejarah jaman ke-minyak-an
kota Tulsa ini memberi kebanggaan tersendiri bagi para Tulsan
(sebutan untuk orang Tulsa) saat ini. Kalau kini di Tulsa ada
klab professional olahraga baseball yang bernama
Tulsa Drillers yang berpangkalan di stadionnya yang
bernama Drillers Stadium dan klab olahraga hockey
es yang bernama Tulsa Oilers, tentu bukan karena
pemainnya terdiri dari para tukang minyak atau pemiliknya adalah
seorang juragan minyak. Penamaan ini lebih dilatarbelakangi rasa
kebanggaan masyarakat Tulsa akan sejarah kejayaan kotanya.
Selain
terkenal karena industri minyak, Tulsa juga terkenal dengan
industri dirgantara. Karena itu tidak mengherankan kalau saat ini
ada ratusan perusahaan yang bergerak di bidang yang berkaitan
dengan industri kedirgantaraan, dan ada ratusan lainnya yang
terkait dengan industri perminyakan. Banyak perusahaan-perusahaan
besar yang kini menempatkan kantor pusatnya di kota Tulsa.
Di
kota ini pula organisasi profesi para geologist perminyakan
Amerika, AAPG (American Association of Petroleum Geologist), yang
berdiri tahun 1917 berkantor pusat dan demikian pula lembaga PEI
(Petroleum Equipment Institute).
Tulsa
juga memiliki perguruan tinggi swasta tertua di wilayah negara
bagian Oklahoma, yaitu University of Tulsa yang berdiri tahun
1894. Universitas ini memiliki Departemen Teknik Perminyakan yang
mempunyai reputasi nasional maupun internasional. Universitas
lainnya yang juga terkenal di Tulsa adalah Oral Roberts
University. Kedua universitas ini terbuka bagi masyarakat umum
yang ingin sekedar berjalan-jalan dan berwisata ke dalam kampus.
***
Namun
di balik sejarah kejayaan kota Tulsa, tersimpan lembaran sejarah
kelabu yang pernah mewarnai kota ini. Kerusuhan rasial antar
etnis kulit putih dan kulit hitam pada tahun 1921 merupakan
catatan sejarah kelabu bagi Amerika. Kota Tulsa yang derap
pembangunannya sedang bergerak pesat, tiba-tiba disentakkan
dengan tragedi kerusuhan rasial yang membumi-hanguskan pusat
kota. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 31 Mei 1921 di kawasan downtown
Tulsa utara yang disebut dengan distrik Greenwood. Distrik ini
pada masa itu dikenal dengan julukannya sebagai Black Wall
Street, mencerminkan kemakmuran komunitas orang kulit hitam
yang tinggal di kawasan itu.
Pemicu
dari kerusuhan rasial itu adalah rumor tentang adanya seorang
wanita kulit putih yang akan diperkosa oleh seorang pemuda kulit
hitam. Sore itu juga sipemuda kulit hitam ditangkap polisi dan
dikabarkan akan dihukum mati tanpa melalui proses pengadilan.
Segerombolan orang kulit putih lalu bergerak menuju pusat kota
ingin menyaksikan proses hukuman mati. Pada saat yang sama orang
kulit hitam juga bergerak menuju kantor pengadilan. Maka suasana
panas yang memang sudah tercipta di antara kedua belah pihak
segera dengan mudah terpicu untuk berubah menjadi tawuran masal.
Saling
menyerang terjadi di antara kedua belah pihak. Diceriterakan
warga kulit putih menghancurkan setiap pertokoan di downtown
dan mengambil senjata termasuk peluru dan segala amunisinya.
Penyerbuan membabi buta mulai menyerang daerah warga kulit hitam
dan wilayah kerusuhan semakin melebar hingga tengah malam. Warga
kulit hitam pun kocar-kacir mengungsi dan menyelamatkan diri.
Warga
kulit putih telah menghancurkan kawasan seluas 35 blok meliputi
lebih dari 1.400 rumah dan kawasan bisnis, gereja, restoran,
rumah sakit, bank, sekolah, sarana transportasi, dsb. yang lalu
tinggal menjadi puing reruntuhan. Angka resmi pemerintah
menyebutkan angka kematian kurang dari 100 jiwa dan kebanyakan
orang kulit hitam. Namun berbagai pihak meyakini angka kematian
sebenarnya mencapai tiga ribuan jiwa.
Tragedi
inilah yang oleh seorang penulis bernama Ron Wallace dilukiskan
sebagai kecemburuan orang kulit putih melihat kesuksesan kaum
minoritas kulit hitam pada masa itu, dalam bukunya yang berjudul
Black Wall Streat : A Lost Dream. Impian masyarakat
kulit hitam pun hancur bersamaan dengan hancurnya model komunitas
yang telah berhasil mereka bangun di distrik Greenwood.
Wallace
mengidentifikasikan gerombolan orang kulit putih itu adalah
kelompok Ku Klux Klan. Memang ada yang kemudian
berubah, yaitu digunakannya sebutan African American untuk
menggantikan sebutan negro atau nigger
bagi orang kulit hitam. Catatan kelabu itu kini jarang dijumpai
dalam buku-buku sejarah kota Tulsa. Tragedi ini agaknya juga
tidak banyak disebut-sebut orang, bahkan oleh orang Tulsa
sendiri.
Mengingat tragedi
berdarah kerusuhan rasial antar etnis yang pernah terjadi di
Tulsa, serasa membuat diri saya seperti sedang bercermin melihat
bangsa saya. Mudah-mudahan saya tidak terprovokasi untuk membelah
cerminnya, melainkan termotivasi bagaimana agar tercipta lebih
banyak cermin yang baik, sehingga cermin yang buruk itu hanya
akan terselip di antaranya dengan tanpa menghancurkannya.-
(Bersambung)
Yusuf Iskandar